Warna-warni Dunia Riset

Mahasiswa internasional di kampusku cukup banyak, lebih dari 800. Indonesia menempati peringkat empat mahasiswa terbanyak setelah China, Hongkong, dan Malaysia. Waktu itu jumlah mahasiswa Indonesia di kampusku lebih dari 60 orang. Di jurusanku pun termasuk banyak mahasiswa internasional dari berbagai negara.

Di jurusanku, Department of Natural Resources and Environmental Studies ada mata kuliah wajib bernama Seminar. Dimana dalam masa studi kami selama empat semester, kami harus mempresentasikan perkembangan thesis kita selama tiga kali, jadi bisa diambil semester 1, 2, 3 atau 1, 2, 4, atau 2, 3, 4, atau 1, 3, 4. Seminar yang pertama berisi tentang gambaran study plan penelitian kita secara umum, seminar yang kedua berisi proposal penelitian, dan seminar ketiga berisi tentang hasil sementara penelitian kita sebelum defense (pendadaran).

Penelitianku adalah tentang tanah longsor dengan menggunakan metode geofisika. Aku tidak kuliah di jurusan Teknik Geologi yang mana mereka mungkin akan familiar dengan bahasa risetku tersebut. Tapi aku kuliah di Department of Natural Resources and Environmental Studies, dimana di jurusan ini pun memiliki empat kelompok studi yaitu Ecology and Conservation, Environmental Education and Ecotourism, Environmental Management and Rural Planning, dan Earth Science. Aku sendiri masuk dalam kelompok Earth Science. Kami para mahasiswa internasional biasanya memiliki kelas sendiri dalam setiap mata kuliah, karena kami harus memilih English Taught dimana para Profesor yang mengajar harus menggunakan bahasa Inggris, sangat jarang mahasiswa Taiwan yang ikut dalam kelas bahasa Inggris ini. Termasuk di kelas seminar ini.

Tantangan  terberat dari kuliahku adalah menjelaskan segala tentang geologi dan geofisika kepada seluruh mahasiswa internasional dimana kami memiliki background pendidikan yang berbeda, di jurusanku ini ada bermacam-macam background pendidikan seperti dari Biologi, Sosial Sains, Lingkungan, Kehutanan, Teknik Sipil, Pertanian, hingga Fisika. Aku pun harus menjelaskan risetku di setiap kelas seminar dengan bahasa sederhana agar mereka semua memahami. It is not easy

“Polina, bolehkah aku melakukan presentasi risetku di depanmu sebelum hari seminar, aku takut orang lain tidak mengerti dengan apa yang aku jelaskan?” chatku kepada Polina, asal Rusia, dia akan menjadi moderator di seminar proposalku. Background pendidikan Polina adalah Social Sains. Riset yang ia bawakan mengenai upaya masyarakat dalam mengurangi penggunaan produk Nitrogen. Aku sendiri kurang paham detail dengan risetnya.

“Tentu Zam, dengan senang hati,” jawabnya.

Siang itu kami berdiskusi tentang risetku di social room, aku mencoba mempresentasikan penelitianku. Polina nampak serius mendengarkan. “Kamu paham dengan apa yang aku jelaskan?” tanyaku di akhir sesi presentasi.

“Tentu Zam, aku mengerti dengan penjelasanmu. Bolehkah aku bertanya?” katanya.

“Zam, jika lokasi riset kamu untuk mitigasi longsor di Forest National Park, apakah itu mungkin dilakukan pumping well?” tanyanya. Gubrak, otak ini langsung berputar mencari jawaban, tidak ada bayangan sama sekali mendapat pertanyaan seperti itu. Di otakku hanyalah pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana sifat batuan terhadap longsor, bagaimana kaitannya dengan tektonik, bagaimana alat geofisika mendeteksi longsor.

Sorry Polina, saat ini aku belum pergi ke lapangan, mungkin next winter holiday aku baru mau mulai ke lapangan, jadi aku belum tahu kondisinya bagaimana dan apakah pumping well bisa dilakukan di lokasi tersebut atau tidak, aku hanya masih mendapatkan data tempat risetku dari Literature Review, mungkin di presentasi semester depan aku akan menentukan titik yang bisa dilakukan pumping well agar tidak merusak ekosistem,” dia mengangguk dengan jawabanku. Begitulah pertanyaan-pertanyaan yang tak terduga yang kudapatkan selama di kelas seminar.

Kami pun berdiskusi tentang topik lain mulai dari alasannya memilih menjadi seorang vegetarian demi kesehatan sampai pada bahasan penggunaan palm oil. Aku tahu Polina juga orang yang sangat disiplin dan menjaga kesehatan, terkadang malu dengan diri ini yang kurang disiplin. Bahkan hal yang tak terduga adalah dia menghindari membeli makanan yang mengandung palm oil.

“Zam, ketika kita menggunakan palm oil, kita turut serta ikut membunuh binatang-binatang di dunia ini,” jelasnya. Aku masih bingung.

“Polina, sorry aku tidak mengerti, apa korelasinya palm oil dan membunuh binatang?”

“Kamu tahu bahwa industri palm oil akan menebang dan membakar hutan-hutan untuk menanam kelapa sawit, semakin hari hutan-hutan di dunia ini akan semakin berkurang dan itu akan membuat binatang yang hidup di hutan tersebut akan mati,”

Aku membalas penjelasannya, “Apakah kamu yakin kontribusi kamu itu memberi manfaat? Aku rasa mungkin hanya ada satu orang dari ribuan atau jutaan orang yang memiliki habits seperti kamu,”

“Tidak masalah Zam, dari diri kita dulu kita belajar, kemudian kita bisa mensuggest ke orang-orang sekitar, seperti aku yang mulai menyuruh mamaku untuk tidak menggunakan palm oil, kita bisa memberikan inspirasi ke mereka,”

“Aku rasa orang seperti kamu akan sangat mudah memberikan  inspirasi, kamu cantik seperti seorang artis,” pujiku padanya, dia hanya tertawa.

“Mungkin kesadaranku terhadap lingkungan belum sampai sepertimu Polina, aku hanya masih bisa memulai untuk menghemat listrik, seperti mematikan lampu kamar mandi di siang hari, karena tetangga kamarku sering lupa mematikan lampu kamar mandi,” jelasku. “Right Zam, itu juga aku alami di ruanganku, tetanggaku sering kali menyalakan lampu kamar mandi di siang hari, padahal lampu tidak terlalu bagus untuk mata kita, aku rasa di siang hari cukup dengan menggunakan sinar matahari,” jelasnya.

“Polina, mungkin kita bisa memulai mematikan lampu di ruangan ini,” kami akhirnya mematikan lampu bersama yang mungkin dinyalakan oleh seseoang di social room ini.

“Aku juga tidak suka ketika pergi bersama pacarku menggunakan mobil, aku menyuruh dia supaya sering memakai sepeda atau bus umum. Kita hidup di planet ini Zam, makanya kita harus menjaga planet ini.” tuturnya.

Kalimat itulah yang serasa menyentil diriku yang masih acuh menjaga lingkungan. Mungkin kita hanya bisa menyalahkan pemerintah atau perusahaan palm oil ketika asap tebal menyerang Indonesia beberapa bulan lalu. Tapi satu hal yang terlupakan bahwa gaya hidup kitalah yang juga mengakibatkan kerusakan lingkungan. Aku pun tak terpikirkan untuk mengurangi penggunaan kertas dan tisu, palm oil, atau menghemat listrik.

Aku jadi ingat sebuah ayat, “Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat)manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Ruum: 41).

Kelas seminar telah kulalui dengan baik. Aku banyak mendapat masukkan untuk thesisku. Di kelas seminar ini pun aku banyak mendapat ilmu-ilmu baru dari penelitian teman-temanku. Misalnya cerita riset dari Jintana asal Thailand yang meneliti seekor serangga kecil yang hidup di air. Aku penasaran dan bertanya, “Apa nilai ekonomi mempelajari serangga air?” Jintana menjelaskannya kepadaku, “Ketika kita tahu ciri fisik serangga air, kita akan tahu bahwa lingkungan apa yang cocok untuk mereka hidup seperti pH air yang dibutuhkan. Serangga air merupakan bagian dari rantai makanan yang juga akan mempengaruhi produksi padi. Peran kita sebagai peneliti nantinya akan memberikan data penelitian kita kepada pemerintah, dari riset inilah mereka mungkin akan menentukan kebijakan ekspor impor beras,” jelasnya kurang lebih demikian. Sesuatu yang benar-benar tak terpikirkan di otak ini.

Beda dengan Long, asal Amerika yang meneliti tentang sedimen di sekitar sungai pembuangan limbah dari rumah sakit. Katanya ikan-ikan di sekitar sungai tersebut juga akan memakan limbah, dan bayangkan dalam limbah tersebut terkadang mengandung limbah-limbah hormon wanita dan apa jadinya ketika seorang laki-laki memakan ikan tersebut? hahahaha complicated.

Omar dari Gambia meneliti tentang penangkaran penyu di Gambia. Dia melakukan wawancara terhadap pemerintah dan penduduk lokal dalam partisipasi penangkaran penyu di Gambia.

Kalau Timothy dari Jerman meneliti tentang jangkrik. Buat apa? Dalam kesimpulan presentasinya ia menyarankan agar orang-orang lebih banyak mengkonsumsi serangga seperti jangkrik sebagai sumber protein. Alasannya akan lebih hemat dalam peternakan seperti menghemat lahan atau halaman.

Di sini timbul pertanyaanku, “Apa kontribusimu untuk negerimu nanti?”. Kontribusiku sebagai mahasiswa ilmu lingkungan mungkin dengan turut serta menjaga lingkungan dan harapannya aku juga bisa menginspirasi orang-orang sekitar untuk menjaga lingkungan apapun profesiku nanti. Save our earth 🙂

nres.jpg

 

Mahasiswa Master of Department Natural Resources and Environmental Studies. Kiri ke kanan, Timothy (Jerman), Polina (Rusia), Ismael (Belieze), Omar (Gambia), Zam (Indonesia), Blessing (Malawi), Beauty dan Tellz (Thailand).

Leave a comment